Teringat dua minggu pertama setelah tiba di tempat ini. Selain diserang flu karena perbedaan udara (saya lebih suka menggunakan istilah perbedaan udara ketimbang perbedaan cuaca), saya juga diserang alergi udara (lagi-lagi udara).
Pertama kali saya tiba, suhu mencapai 41 derajat celcius. Panas gila..!! Mungkin kalo di tanah air masih agak lumayan karena kelembabannya yang cukup tinggi. Tapi di daerah yang jauh dari garis khatulistiwa, kelembaban terbilang rendah, jadi udara terasa amat kering. Saya pikir masalah saya hanya berhenti pada kepanasan, dan akan segera berakhir ketika suhu turun. Ternyata tidak.
Dua minggu berlalu, suhu memang turun. Saya lupa tepatnya berapa, tapi benar-benar turun. Saya sudah bisa merasa kedinginan koq :) Justru itu, gara-gara suhu yang turun drastis dalam waktu dua minggu (kurang lebih 20 derajat) saya jadi terserang flu, dan yang parah alergi kulit.
Sejak kecil saya memang punya alergi terhadap udara, khususnya udara dingin. Dulu ketika masih di bangku SD, saya sering sekali (boleh dibilang hampir setiap malam) terkena alergi udara, berbentuk bentol-bentol di kaki, tangan, dan wajah disertai rasa gatal. Semakin digaruk akan semakin gatal. Kalo orang Jawa bilang biduran. Alergi itu baru hilang setelah jam 9 pagi keesokan harinya. Begitu terus setiap malam, sampai saya menginjak bangku SMP. Saya sendiri tidak tahu sebab pastinya, hanya menyimpulkan bahwa itu akibat udara dingin.
Ketika diserang alergi udara di Adelaide, saya pikir saya kembali mengalami sindrom yang sama seperti ketika saya kecil, karena udara dingin maka alergi saya kembali timbul. Tetapi yang membuat saya heran, tidak ada bentol pada kulit saya, hanya ada rasa gatal. Saya menyadari kondisi kulit yang kering karena kelembaban udara yang rendah di wilayah ini, tidak seperti di Indonesia. Tetapi saya sama sekali tidak tahu bahwa keringnya kulit saya berhubungan dengan gatal yang saya rasakan.
Ketika saya berkonsultasi ke tenaga medis, dokter yang saya temui menyatakan bahwa gatal yang saya rasakan bukanlah karena udara dingin, melainkan karena kondisi kulit yang terlalu kering akibat perbedaan cuaca. Menurutnya hal ini biasa terjadi pada mereka yang datang dari wilayah dengan kelembaban tinggi ke wilayah dengan kelembaban rendah, seperti dari Indonesia ke Australia. Pada beberapa orang, bahkan bisa menyebabkan kulit terkelupas atau terluka. Beruntung saya hanya merasakan gatal. Dokter tersebut menyarankan saya untuk meminum obat yang mengandung fexofenadine (sejenis antihistamin) dan menggunakan pelembab kulit khusus untuk mengurangi rasa gatal akibat alergi udara. Dia juga menambahkan bahwa saya tidak boleh berlama-lama mandi. Menurutnya berlama-lama mandi akan menyebabkan kulit menjadi kering (Ah, padahal ketika mandi dengan air hangat, rasa gatal itu berkurang). Demi tidak merasa gatal lagi, saya mengikuti anjurannya. Dan ternyata benar, setelah beberapa hari rasa gatal itu hilang.
Di hari-hari tertentu, ketika saya untuk beberapa hari lupa menggunakan pelembab, rasa gatal itu muncul lagi. Tetapi paling tidak saya sudah tahu penyebabnya dan cara untuk mengatasinya.
0 Comments
Do leave a comment, a decent one.