Saya banyak mendengar orang bicara kalau ada salah satu negara tetangga kita yang melakukan banyak hal yang tidak mengenakkan terhadap Indonesia. Saya tidak ingin menyebut namanya, tetapi mungkin teman-teman bisa mengira-ngira sendiri. Tetapi sesuatu peristiwa itu biasanya tidak tampak nyata sebelum kita mengalami sendiri. Nah, begitulah yang saya rasakan.
Suatu hari, ketika saya baru dua minggu di Adelaide, saya dan beberapa teman berangkat ke kota. Tujuan utama kami adalah ke Central Market. Selesai dari sana, beberapa teman berencana untuk jalan-jalan ke sebuah pusat keramaian. Saya sempat ikut serta. Tetapi karena waktu semakin sore, dan saya pun ada janji dengan pemilik rumah untuk melakukan inspeksi, maka saya memutuskan pulang sendiri, sementara yang lain masih melanjutkan perjalanan.
Saya punya kecenderungan sulit mengingat arah di tempat-tempat yang baru saya kunjungi. Jadi sore itu, begitu menemukan Victoria Square, yang waktu itu saya tidak tahu apa itu, saya bingung tidak tahu harus ke mana. Seingat saya tadi kami melewati tempat itu, tetapi saya tidak tahu ke mana arah kembali. Lalu saya terus menyebrang. Ketika melihat sebuah bus sedang berhenti menunggu penumpang, saya bergegas menghampiri. Logika saya, supir bus akan tahu apa yang harus saya lakukan jika saya tersesat. Si supir kemungkinan besar tahu saya harus naik bus apa dan berjalan ke arah mana. Sekali lagi, naif sekali. Saya tidak mengantisipasi kalau ada saja oknum yang nakal.
Sampai di dekat bus, saya naik dan langsung menghampiri supir. Saya bertanya, "apakah Anda tahu saya harus ke arah mana untuk menuju ke Flinders?" Tidak langsung menjawab, dia justru balik bertanya, "apakah kamu dari M*l*ys*a?" Saya bingung. Saya pikir apa hubungannya. Saya langsung menjawab, "bukan, saya dari Indonesia." Setelah mendengar jawaban saya, dia tersenyum dan menyatakan kalau dia berasal dari negara tersebut. Setelah itu langsung memberitahukan ke mana saya harus pergi. Sambil menunjuk ke arah belakang bus, dia memberitahukan nomor bus yang harus saya naiki, yang anehnya, setahu saya, tidak ada bus dengan nomor tersebut yang melewati Flinders.
Tidak ingin terlalu pusing, saya mengucapkan terima kasih, dan turun dari bus. Agak bingung dengan petunjuk supir tadi, saya berhenti sejenak dan mengingat-ingat arah Central Market. Saya ragu-ragu dengan petunjuk yang diberikan supir tersebut. Karena tidak yakin, maka saya tidak mengikuti petunjuk si supir, dan justru mengambil arah sebaliknya. Supir bus tersebut sempat memberikan isyarat agar saya mengikuti arah yang dia tunjukkan, tetapi saya hanya tersenyum, dan terus berjalan.
Sampai di perempatan, saya langsung berbelok ke kiri, dan terus berjalan. Dan ternyata benar, saya menemukan Central Market, tempat kami pertama kali turun bus. Saya lega sekaligus menyadari bahwa supir tadi berusaha membuat saya tersasar. Untung saya tidak mengikuti petunjuknya. Kalau saja saya ikuti, mungkin saya tersasar jauh dan terlambat bertemu dengan pemilik rumah yang akan saya sewa.
Saya heran kenapa supir tadi menunjukkan arah yang salah. Kemungkinan kalau dia tidak tahu sangatlah kecil sekali. Kalaupun tidak tahu, biasanya akan disarankan untuk bertanya ke orang yang mengetahui, polisi misalnya. Saya tidak tahu apa maksudnya. Kalau pun dia bermaksud membuat saya tersasar, paling tidak saya tidak jadi mengikuti petunjuknya.
Memang tidak semua seperti itu, saya yakin masih banyak yang lebih baik dari supir tadi. Tetapi yang membuat saya berpikir, apakah jika kita, orang Indonesia, bertemu dengan warga negara tetangga kita itu juga akan melakukan hal yang sama? Maksud saya jika situasi nya dibalik, jika mereka yang tersesat, dan kita yang ada di posisi supir, apakah kita juga akan memberi petunjuk yang salah? Saya berharap tidak. Semoga tidak. Kalau iya, ternyata kita tidak lebih baik, bahkan jangan sampai kita yang lebih dulu memulai. Jangan.
0 Comments
Do leave a comment, a decent one.