Si Doel dan Lamaran Kerja

Salah satu program yang diselenggarakan oleh organisasi tempat saya magang saat ini adalah Work Ready Program. Sebagai lembaga yang menyediakan layanan bagi orang dengan disabilitas dalam hal pekerjaan, salah satu tugas organisasi ini adalah mempersiapkan pengguna layanan untuk bisa memperoleh pekerjaan secara kompetitif dengan orang tanpa disabilitas dan mempertahankan pekerjaan tersebut. Ada hal menarik yang saya peroleh hari ini.


Work Ready Program hari ini memberikan pengetahuan seputar mempersiapkan diri untuk menghadapi interview pekerjaan. Saya jadi teringat pada Babe Sabeni yang protes ketika Si Doel (serial Si Doel Anak Sekolahan yang ditayangkan pada era 90-an) yang sudah jadi sarjana masih juga belajar untuk menulis surat lamaran kerja (presumably juga belajar wawancara). Mungkin asumsi Babe waktu itu, seorang Sarjana seharusnya gak perlu lagi belajar untuk nulis surat lamaran kerja atau wawancara. Padahal kenyataannya, selain hal tersebut tidak diajarkan di bangku sekolahan, gak semua orang menyadari pentingnya mempersiapkan diri sebelum melamar kerja atau wawancara, dan gak semua orang juga memahami bagaimana meningkatkan potensi diterima kerja melalui persiapan melamar kerja dan wawancara.

Ada banyak hal yang penting untuk diperhatikan, dari mengenali pasar kerja terbuka dan tersembunyi sampai memahami bagaimana menghadapi pewawancara. Saya tidak tahu bagaimana kurikulum sekolah saat ini, apakah ada yang membahas tentang persiapan menghadapi dunia kerja. Tetapi ketika saya SMA, belum ada pelajaran yang khusus membahas tentang hal ini. Bahkan ketika saya kuliah pun, tidak ada bagian dari mata kuliah manapun yang mempersiapkan ini. Kita dibentuk untuk memahami peran kita dalam pekerjaan yang kita pilih, untuk menjadi yang terbaik dalam mengerjakan pekerjaan tersebut. Tetapi kita tidak dibentuk untuk memahami cara mendapatkan pekerjaan tersebut. Ketika lulus sekolah, lantas kita gagap bagaimana harus menulis lamaran kerja (paling tidak itu yang saya alami).

Mungkin asumsinya kita bisa mempelajari hal itu melalui kerja sukarela di berbagai organisasi atau kepanitiaan. Padahal tuntutan kerja organisasi/kepanitian sejatinya berbeda dari tuntutan kerja pekerjaan yang memperoleh bayaran. Atau mungkin asumsinya kita bisa dengan sendirinya tanpa perlu diajari atau dibimbing. Padahal kemampuan setiap orang berbeda.

Satu hal yang bisa ditarik, mungkin menjadi penting untuk mengikutsertakan pengetahuan seputar melamar pekerjaan dan wawancara dalam proses transisi sejak di sekolah, mengingat banyaknya anak muda yang memilih untuk bekerja selepas sekolah dan mengingat beragamnya kemampuan manusia. Jadi tidak perlu menunggu sampai lulus sarjana atau lulus sekolah untuk belajar soal melamar kerja dan wawancara. Tidak perlu juga menunggu sampai berkali-kali gagal wawancara karena surat lamaran kerja yang tidak meyakinkan, atau tidak perlu lagi menunggu sampai berkali-kali gagal bekerja hanya karena kita tidak mempersiapkan diri sebelum wawancara.

Post a Comment

0 Comments