Jalan-jalan ke Korea, Dapat Apa?

Sesuai janji saya pada tulisan sebelumnya Cara Bikin Paspor Terbaru dan juga Cara Membuat Surat Referensi Bank BRI, kalo jadi berangkat ke Korea, akan saya lanjutkan tulisannya. Maka kali ini, saya menulis liputan ringkas tentang apa yang saya dapatkan dari Korea.
Kali ini liputan seriusnya dulu ya, jalan-jalan santainya nanti akan saya tulis, termasuk soal oleh-oleh dan wisata.
Karna misi perjalanan saya adalah menyaksikan pemerintah Korea mengelola sektor disabilitas, maka inilah yang akan saya bahas. Karna namanya ringkas, maka gak akan panjang lebar. Tapiiiiii, insyaallah setiap tempat yang saya kunjungi akan saya bahas detail di tulisan-tulisan berikutnya.



NB, liputan ini saya tulis juga untuk website resmi dan majalah Braille kantor saya. Meski dengan bahasa yang berbeda, jika kamu suatu hari menemukan salah satu atau keduanya, akan bisa dirasakan kemiripannya. Jadi jangan kaget ya, saya memang kontributor majalah Braille dan sesekali untuk website kantor.



Korea merupakan salah satu negara maju di kawasan Asia Pasifik yang memiliki perhatian besar terhadap isu disabilitas. Disabilitas tidak lagi menjadi masalah sosial, tetapi sebuah potensi yang terus dikembangkan untuk bisa ikut serta berkontribusi bagi negara. Paradigma ini terbentuk sejak hampir satu dekade lalu. Sejumlah undang-undang telah disahkan dan diimplementasikan sebagai dukungan utama bagi perubahan ini.
Dalam hal implementasi ke luar, pemerintah Korea mewujudkannya dalam bentuk kerjasama dengan negara-negara di kawasan Asia Pasifik yang masih dalam proses melakukan perpindahan dari Model Rehabilitasi menjadi Model Sosial dalam mengelola isu disabilitas.
Model rehabilitasi adalah model di mana orang dengan disabilitas dilihat sebagai orang yang kekurangan yang perlu diperbaiki baik secara fungsi maupun secara medis. Sementara model sosial adalah model di mana orang dengan disabilitas diperlakukan sejajar dengan orang tanpa disabilitas, dan yang menjadi hambatan bagi mereka adalah lingkungan (fasilitas yang tidak aksesibel) dan masyarakat (yang masih menganggap mereka sebagai beban sosial).
Selaras dengan hal tersebut, melalui Siloam Center for the Blind dan KODDI, pemerintah Korea bekerja sama dengan Kementerian Sosial menyelenggarakan capacity building bagi pegawai pemerintah Indonesia di bidang rehabilitasi orang dengan disabilitas.

Dalam kegiatan ini, peserta, termasuk saya, berkesempatan untuk mendengarkan presentasi sekaligus terlibat dalam diskusi terbuka dengan sejumlah ahli di bidang disabilitas, serta mengunjungi sejumlah institusi rehabilitasi bagi orang dengan disabilitas di Korea.
Ini menjadi kesempatan besar bagi Indonesia untuk bisa mengambil pembelajaran dan informasi tentang bagaimana Korea mengelola rehabilitasi bagi orang dengan disabilitas dan mewujudkan kehidupan yang berkualitas bagi mereka.

Presentasi yang disampaikan terdiri dari tiga materi, yaitu tentang
  • situasi sistem penyediaan layanan dan kesejahteraan bagi orang dengan disabilitas di Korea saat ini,
  • memahami perubahan menuju lingkungan bebas hambatan (Barrier-Free Environment),
  • dan
  • mengenal layanan rehabilitasi vokasional yang diselenggarakan oleh KODDI.

Pada presentasi yang pertama, kami diperkenalkan pada situasi disabilitas saat ini di Korea. Perubahan paradigma yang telah dilalui satu dekade yang lalu menjadikan Korea salah satu negara yang ramah disabilitas. Jaminan dukungan hidup mandiri baik dalam hal ekonomi maupun lingkungan menjadi fokus utama pemerintah Korea saat ini.



Pada awal kunjungan, kami menyambangi KODDI yaitu lembaga yang menjadi tangan kanan pemerintah Korea (dalam hal ini Kementerian Kesehatan dan Kesejahteraan) dalam mengelola area disabilitas, khususnya dalam merancang kebijakan-kebijakan nasional. KODDI memiliki peranan penting dalam menjalankan roda perubahan paradigma terhadap isu disabilitas sekaligus dalam menjamin keberlangsungan upaya ini.



Selepas mengenal KODDI, kami diajak mengunjungi National Rehabilitation Center (NRC) yang merupakan lembaga rehabilitasi terbesar bagi orang dengan disabilitas di Korea. NRC tidak hanya menawarkan rehabilitasi medis dan rumah sakit, tetapi juga menawarkan rehabilitasi emosi dan psikologis, rehabilitasi menggunakan bantuan robot, serta membantu proses kembalinya orang dengan disabilitas ke tengah masyarakat.
Salah satu program yang menarik yang ditawarkan oleh NRC adalah program latihan mengemudi gratis bagi orang dengan disabilitas fisik. Program ini secara khusus memberi kesempatan kepada orang dengan disabilitas fisik untuk bisa menjalani hidup secara mandiri, memperoleh pekerjaan (sebagai pengemudi), dan meningkatkan kualitas hidup. Satu hal yang bisa dijadikan contoh bagi Indonesia.



Institusi berikutnya yang dikunjungi adalah Ilsan Vocational Competency Develompent Center. Ilsan menyediakan rehabilitasi vokasional bagi orang dengan disabilitas.
Dua prinsip utama yang diusung Ilsan dan lembaga vokasional lainnya adalah
kejuruan yang dipilih untuk dipelajari oleh orang dengan disabilitas tidak dibatasi berdasarkan jenis disabilitas mereka, tetapi berdasarkan minat dan kemampuan mereka
. Jadi, orang dengan disabilitas netra tidak hanya diberi pilihan untuk menjadi masseur saja, tetapi ia bisa memilih jurusan lain yang ia minati, misalnya pengelolaan website.
Prinsip yang kedua adalah
bahwa orang dengan disabilitas yang mengikuti rehabilitasi vokasional di sana didudukkan sebagai seorang pelanggan (customer) dan kepuasan mereka adalah yang utama
.
Hal tersebut menunjukkan penghargaan yang tinggi terhadap orang dengan disabilitas.



National Museum of Korean Contemporary History merupakan institusi ketiga yang dikunjungi peserta. Museum ini merupakan pengejawantahan dari sistem lingkungan berdesain universal yang mengusung prinsip bebas hambatan, dan ini merupakan contoh langsung dari materi kedua yang dipresentasikan, yaitu tentang lingkungan bebas hambatan (barrier-free environment).
Seluruh bagian dari museum ini sudah disertifikasi oleh pemerintah Korea sebagai aksesibel bagi semua orang, termasuk orang dengan disabilitas, wanita hamil, lansia, dan anak-anak. Bagian-bagian yang dinilai berdesain universal antara lain pintu masuk, lift, toilet, balkon, seluruh ruang pamer, serta parkiran. Sejumlah meja pamer bahkan dibuat sedemikian rupa sehingga pengguna kursi roda bisa menikmati benda yang dipamerkan dari jarak dekat.

Apa sih yang disebut aksesibel? Jalan dan trotoar yang bisa dengan mudah dilalui pengguna kursi roda, area yang bisa dilalui tunanetra tanpa kebingungan karna ada lantai tactile yang membantu menunjukkan di mana pintu dan tangga, alarm kebakaran dengan lampu yang bisa berkedip-kedip sehingga bisa diketahui oleh orang tuli, dan masih banyak lagi. Inilah sejumlah fasilitas yang bisa disebut sebagai aksesibel.
Dengan lingkungan yang seperti ini, orang dengan disabilitas bisa hidup secara mandiri dan ikut berkontribusi kepada masyarakat.



Dua institusi berikutnya yang dikunjungi merupakan contoh langsung dari materi ketiga yang disampaikan pada presentasi, yaitu mengenai rehabilitasi vokasional di Korea.
Siloam Center for the Blind sebagai lembaga yang bertanggung jawab atas terselenggaranya capacity building ini merupakan satu-satunya lembaga utama yang mengelola rehabilitasi bagi orang dengan disabilitas netra. Untuk sebuah lembaga yang berdiri di atas lahan yang tidak besar, Siloam Center for the Blind memiliki kegiatan yang tidak sedikit dan bisa dibilang komprehensif.
Layanan yang disediakan oleh Siloam Center for the Blind antara lain ruang pamer tiga dimensi, ruang musik, ruang pijat, perpustakaan digital beserta studio rekaman, layanan teknologi seperti remote-computer service (perbaikan komputer jarak jauh), pelatihan barista, rehabilitasi anak, pencetakan buku Braille, penyusunan buku musik Braille, serta layanan wisata bagi orang dengan disabilitas netra.
Barista yang telah lulus bisa memperoleh pekerjaan di cafe yang dikelola oleh Siloam Center for the Blind di lokasi yang sama. Yes, blind barista. Saya yang beruntung sempat mencoba lemon tea buatan barista, tak melihat ini..!



Institusi terakhir yang dikunjungi adalah Naro Center yang merupakan lembaga sosial yang juga beroperasi sebagai perusahaan yang mempekerjakan orang dengan disabilitas.
Sejumlah usaha yang dijalankan Naro Center antara lain usaha pembuatan roti dan kue, pabrik suku cadang dan alat elektronik, serta cafe yang mempekerjakan barista dengan cerebral palsy.
Naro Center berhasil disebut sebagai perusahaan swasta yang dalam usahanya masih memperoleh keuntungan dari omset yang diterima. Pada 2016, Naro Center memperoleh omset sebesar 800 juta KRW dari usaha yang mereka jalankan.
Nah, di cafe 35cm yang dikelola Naro, saya sempat mencicipi peach tea buatan baristanya yang memiliki cerebral palsy.

Preferred Procurement System yang diterapkan pemerintah Korea mewajibkan kantor pemerintah dan usaha publik untuk membeli produk yang dihasilkan orang dengan disabilitas minimal 1% dari jumlah anggaran tahunan mereka. Sistem ini menjamin keberlangsungan perusahaan-perusahaan yang mempekerjakan orang dengan disabilitas. Namun, bukan berarti produk yang dihasilkan tidak diperhatikan kualitasnya. Sistem quality control di setiap perusahaan menjamin produk yang dihasilkan berkualitas dan bisa bersaing dengan pasar bebas.
Dari fakta ini terlihat bahwa perusahaan yang mempekerjakan orang dengan disabilitas sesungguhnya bisa bersaing secara sehat dan profesional dengan perusahaan yang tidak mempekerjakan orang dengan disabilitas. Dengan begitu kesempatan orang dengan disabilitas untuk memperoleh pekerjaan sesuai dengan minat dan kemampuannya semakin besar. Sehingga, mereka bisa memiliki kualitas hidup yang baik dan ikut berperan aktif di tengah masyarakat.

Nah, siapa orang dengan disabilitas yang kamu kenal??

Post a Comment

0 Comments