Pilihan Kita Saat Dewasa adalah Refleksi Masa Kecil


books
Beberapa minggu lalu ngobrol-ngobrol sama bapak soal kelakuan kami, anak-anaknya, saat masih kecil. Tentang masing-masing dari kami bisa jalan di usia berapa, bisa mulai ngomong di usia berapa, bagaimana karakter kami saat masih anak-anak, saat kami belajar jalan, saat kami bertumbuh. Apa yang membuat kami menangis, what ticks us, dan bagaimana kami menjadi anak kecil.

Obrolan yang sebenarnya udah berkali-kali dibahas, dan diketawain bareng-bareng, sampe ledek-ledekan bareng. Tapi saat terakhir ngobrol kemarin itu seolah-olah message yang didapet kok beda banget.

Setelah diobrolin lagi bareng-bareng, didengarkan ulang, dibahas lagi bareng suami lalu dipikirkan dalam-dalam, ternyata tindak tanduk kita saat kecil, apa yang kita lakukan saat anak-anak, pilihan kita saat mejalani masa anak-anak itu sedikit banyak nya merefleksikan seperti apa saat kita dewasa nanti.

Misalnya tentang proses berdiri dan berjalan. Setiap anak punya caranya masing-masing untuk bisa berdiri dan berjalan. Ada yang dari duduk langsung berdiri, dan merambat perlahan-lahan untuk lantas berjalan. Ada juga yang dari duduk, dia memilih untuk berangkang, lalu berdiri, dan baru berjalan. Lalu ada anak yang bertahan di fase berangkang terlalu lama, salah satunya karena takut berdiri - takut terjatuh saat berdiri dan berjalan. Si anak nyaman sekali berangkang, dan tidak juga berkembang ke fase berikutnya meski berangkangnya sudah jago sekali dan cepat. Ternyata hal seperti ini merupakan gambaran karakter si anak yang sesungguhnya. Bahwa ketika dia sudah nyaman di satu posisi, maka dia akan takut untuk mencoba posisi lain, antara lain karena dia tidak tahu apa yang akan terjadi saat dia mencoba posisi lain. 

Atau apa yang seorang anak lakukan saat mereka tersandung dan terjungkal ketika belajar berjalan. Apakah mereka akan berhenti dan enggan mencoba lagi, atau mereka justru terpancing dan terdorong untuk menantang resiko dengan mencoba berjalan lagi. Seolah-olah si anak sama sekali tidak memiliki rasa takut akan jatuh kembali yang mungkin terjadi ketika dia mencoba belajar berjalan lagi.

Atau ketika seorang anak main mobil-mobilan, dan mainannya itu tersangkut di batang pohon. Apa yang dia lakukan saat itu menggambarkan pilihan dia ketika dewasa saat dia menghadapi masalah. Dan pilihan itu cenderung sama ketika tidak ada intervensi dari orang tua untuk mendorong si anak membuat pilihan yang berbeda. Misalnya saat mainannya nyangkut, alih-alih membantu si anak dengan langsung mengambilkan mainannya, orang tua memilih untuk meng-encourage anak untuk mencari tahu kenapa mainannya nyangkut, menyangkut di mana, dan bagaimana cara agar mainannya tidak nyangkut lagi.  

Sama hal nya ketika seorang anak bosan bermain di satu tempat atau bermain dengan satu jenis mainan saja. Apakah dia akan berusaha bergeser dan mencari mainan lain, atau dia hanya berdiam di tempat dan menangis ketika sudah benar-benar bosan. Pilihan sikap ini menggambarkan karakter asli anak tersebut. Menjadi signifikan bagi orang tua untuk memberikan support yang akan mendorong si anak menjadi pribadi yang aktif dan tidak mudah menyerah. Bukan dengan dimarahi tentunya, tetapi dengan dirangsang untuk bergerak, berinisiatif, dan bertindak melakukan perubahan ke arah yang lebih baik atas keadaan dirinya. 

Hal-hal yang terlihat kecil dan insignificant yang sebetulnya merefleksikan seperti apa saat si anak dewasa nanti, termasuk pilihan-pilihan yang akan dia buat dalam hidupnya. Apakah ia akan memilih untuk menegakkan kepala dan menggulung lengan baju saat masalah menghadang, atau kabur melarikan diri mencari kenyamanan dan kehangatan ketiak orang tuanya seraya menunggu orang tuanya bertindak menyelesaikan masalah tersebut untuk dia.

Gue yang hobi curi start untuk bisa jalan lebih cepat, bisa ngomong lebih cepat, dan tumbuh gigi lebih awal, ternyata kebawa sampai gue dewasa yang hobi curi start khususnya ketika menyelesaikan tugas, baik sekolah maupun pekerjaan. Atau gue yang pernah terjungkal saat naik di roda yang jaman dulu dipakai anak untuk latihan berjalan, dan ga lama dari kejadian itu gue justru jadi bisa jalan. Hal-hal kecil yang gue refleksikan sebagai sikap gue yang suka kayak orang ga ada takutnya, padahal mungkin sebenernya ga kebayang aja resikonya.

Atau sesederhana gue yang picky banget sampe waktu bayi itu ga bisa banget dipegang orang lain selain bokap dan nyokap, which is sampai sekarang jelas banget how very very small my circle is.

Dari hal-hal itu gue jadi kayak dapet pencerahan bahwa kalo kita mau niteni - mau merefleksikan, mungkin akan keliatan bakal kayak apa seorang anak nanti saat dia dewasa dari karakter dan perilakunya ketika dia masih kecil. Apa pentingnya?

Pentingnya ya untuk kemudian kita sebagai orang dewasa memberikan support yang tepat sesuai dengan yang mereka butuhkan untuk menjadi manusia yang mandiri dan berintegritas sesuai dengan karakter masing-masing anak. 

Either perlu di-encourage atau discourage, push or pull, strengthen or restrict, tarik atau ulur, dan sebagainya. Supaya support yang diberikan untuk anak tepat dan tidak salah, supaya tidak justru mengencourage perilaku mereka yang harusnya didiscourage, dan merestrict apa yg harusnya distrengthen.

Itu refleksi yang bisa gue ambil dari cerita masa kecil gue. 

My mediocre thoughts yang mudah-mudahan bisa ada manfaatnya.


Post a Comment

0 Comments